Kamis, 26 Mei 2016

ANALISIS MEREK DAGANG DAN BISNIS



ANALISIS MEREK DAGANG DAN BISNIS
Oleh : Muh. Istiqlal Fahma


Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, pengertian merek sebagai berikut:
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau bebrapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau sejenis lainnya.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

CONTOH ANALISIS MEREK
1.      Kecap Bango


            Kecap Bango atau Bango adalah merek kecap manis yang diproduksi oleh PT. Anugerah Setia Lestari untuk PT. Unilever Indonesia  Tbk. Kecap Bango sering membuat acara Festival Jajan Bango untuk memperkenalkan kuliner asli Indonesia. Perusahaan Kecap Bango berubah menjadi perseroan terbatas, yaitu PT. Anugerah Indah Pelangi dan PT. Anugerah Damai Pratama. Kini pabrik tersebut menempati area seluas delapan hekatare di Desa Wantilan, Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat.
Analisis Merek
Merek dari Kecap Bango terdiri dari :
a.       Gambar burung bango
b.      Nama Bango yaitu di ambil dari nama burung. Yang mempunyai visi agar produk kecap tersebut dapat tinggi hingga manca Negara.
c.       Angka 1928 tahun dimana awal perusahaan kecap tersebut berdiri.
d.      Warna hijau, putih, merah, dan hitam.

2.      Herlambang Motor

            Herlambang Motor adalah merek jasa yang berada di Kec. Gandusari Kab. Trenggalek. Helambang Motor menawarkan berbagai produk-produk jasa, seperti ganti oli, service, sparepart, dan vet baik bagi sepeda motor dan mobil. Jika motor atau mobil kita rusak di jalan atau dirumah bisa menghubungi herlambang motor. Merek jasa ini belum terdaftar dalam daftar umum merek. Tetapi merek jasa ini sudah banyak membantu masyarakat khususnya dalam hal perbaikan sepeda motor dan mobil.
Analisis Merek
a.       Nama Herlambang adalah nama pendirinya.
b.      Kata Motor yaitu menunjukkan bahwa tempat ini sebagai jasa untuk perbaikan mesin yang rusak.
c.       Warna biru tua, putih, kuning, hitam dan merah.
d.      Gambar motor dan mobil.
Apabila merek Herlambang Motor didaftarkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek ini tidak dapat didaftarkan apabila:
1.      Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, agama, kesusilaan dan ketertiban umum.
Menurut saya merek ini tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan tersebut. Karena disini sudah jelas bahwa merek ini adalah merek yang bagus. Tidak ada unsur-unsur yang melanggar peraturan yang berlaku.
2.       Tidak memiliki daya pembeda
Menurut saya merek ini mempunyai pembeda dengan merek-merek lain yang ada di indonesia. Karena ada pembeda berupa nama, kata, gambar, warnanya, dan unsur kombinasi.
3.       Telah menjadi milik umum
Menurut saya merek ini tidak menjadi milik umum. Kalo kata motor itu menunjukkan bahwa jasa perbaikan mesin jadi tidak apa-apa.
4.      Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Menurut saya, sesuai dengan syarat yang terakhir ini merek Herlambang Motor ini adalah kata yang masih berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan. Karena Motor sendiri disini artinya mesin yang bergerak dan Herlambang adalah nama pendiri dan sudah disepakati.
Jadi, menurut saya jika merek Herlambang Motor ini didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual maka merek Graha Car Wash ini akan DITERIMA.




Kamis, 19 Mei 2016

Analisis Mengenai Kredit Macet



KREDIT MACET
Oleh : Muh. Istiqlal Fahma

Disini saya akan membahas tentang kredit macet. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kredit macet, Kita ketahui dulu apa yang dimaksut dengan kredit. Dapat kita lihat dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
A.    PENGERTIAN KREDIT MACET
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220)
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
1.                  Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
2.                  Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
3.                  Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
B.     Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah/Macet
Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
1.      Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
2.      Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
3.      Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4.      Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5.      Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
6.      Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
7.      Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama;
8.      Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
1.      Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi;
2.      Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
3.      Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
4.      Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
5.      Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
6.      Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
7.      Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)[1]
C.    Prinsip-prinsip Dalam Pemberian Kredit
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5C yang meliputi:
1.      Character (watak), yaitu bank harus mengetahui bagaimana watak atau kepribadian calon              nasabah dengan mensurvei tempat tinggalnya dan juga menanyakan beberapa hal kepada orang disekitar tempat tinggal nasabah sebelum memberikan kredit.
2.       Capacity (kemampuan managerial), yaitu bank mencari informasi mengenai pengelolaan keuangan dalam menjalankan usaha.
3.      Capital (modal), yaitu untuk mengetahui keseriusan calon nasabah dalam hal kredit.
4.      Collateral (jaminan/agunan), yaitu untuk memberikan hak prefensi (didahulukan pelunasan piutangnya). Prinsip ini juga bisa digunakan untuk menuntut, jika nasabah tidak bisa meneruskan kredit.
5.      Conditional of economy (kondisi ekonomi), yaitu untuk mengetahui bagaimana kondisi perekonomiannya, dan juga untuk mempertimbangkan apakah layak untuk diberikan kredit atau tidak.

D.    Contoh Kasus Kredit Macet
Pada tahun 2011, Direktur PT Siak Raya Timber (Kea Meng Kwang alias Edmond Kea) melakukan pinjaman kredit di Bank BNI 46 Pusat, Jakarta. Direktur PT SRT mengajukan kredit sebesar Rp 97 Milyar, karena pada saat itu perusahaan mengalami masalah pemasokan kayu sebagai bahan baku. Direktur perusahaan di bidang kayu tersebut menyertakan agunan pabrik PT SRT beserta barang-barangnya. Pinjaman tersebut dicairkan tahun 2011 sebanyak dua kali pencairan dengan nomor rekening yang berbeda. Uang pertama dicairkan sebanyak Rp 48 miliar. Beberapa waktu berikutnya, kembali dicairkan sebanyak Rp 49 miliar. Namun pada tahun 2012, Edmond Kea mulai macet dalam membayar kredit yang diajukannya itu. Menurut informasi yang dirangkum, Edmond Kea sudah melarikan diri ke Singapura dan menjadi warga negara Singapura.
Ketika sudah terjadi kredit macet, Bank BNI tetap melakukan penagihan, dan meminta PT. SRT untuk menjual asetnya. Bank BNI juga telah melakukan beragam upaya dalam mengembalikan kredit PT SRT, baik dengan menjual jaminan produktif hingga jaminan tidak produktif. Tetapi setelah macetnya kredit tersebut, barulah diketahui bahwa agunan tersebut hanya senilai Rp 5 miliar.[2]
E.     Analisis Kasus :
Dapat dianalisis dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia tentang BMPK. Sesuai dengan PBI No.7/3/PBI/2005 Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan managemen resiko dalam memberikan Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dan/atau Penyediaan Dana besar (large exposures). Tetapi dalam kasus diatas, bank dalam memberikan kredit kurang atau bahkan tidak menggunakan prinsip tersebut. Selain itu, bank sebelum memberikan kredit, juga harus menerapkan prinsip 5C yang sudah dipaparkan diatas.
            Kredit macet mempunyai dampak negative bagi kudua belah pihak baik kreditur maupun debitur. Jika debitur tidak bisa melunasi hutangnya kepada kreditur pada saat jangka waktu yang telah ditentukan maka bunga akan terus bertambah sampai hutang tersebut bisa dilunasi dan otomatis hutangnya debitur terhadap kreditur juga bertambah. Karena Bank disini bersifat Capitalis yaitu mencari keuntungan. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi.
            Dalam kasus di atas Bank sebelum memberikan kredit, hendaknya bank harus mensurvei keadaan perusahaan tersebut dan juga mengetahui besar atau nominal barang yang dijadikan agunan ketika diuangkan. Selain itu, dalam memberikan kredit juga harus dengan persetujuan Dewan Komisaris Bank. Selain kelalaian pada pihak bank, nasabah juga telah melanggar ketentuan BMPK. Dalam melakukan kredit di bank, seharusnya nasabah juga harus mematuhi segala peraturan yang telah diberikan bank, terutama dalam hal pembayaran kredit. Dari keterangan kasus diatas, nasabah sudah bisa dianggap melanggar ketentuan-ketentuan BMPK. Karena sesuai dengan Pasal 27 ayat 3 dijelaskan bahwa Peminjam dianggap wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terjadi tunggakan pokok dan/atau bunga dan/atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh hari). Sedangkan pada kasus tersebut sudah terjadi tunggakan selama lebih dari 90 hari. Nasabah dan juga bank bisa dikenakan sanksi. Sanksi dalam BMPK ada 2, yaitu berupa denda dan sanksi administratif.
Pada intinya, bank sebelum memberikan kredit kepada nasabah, harus benar-benar menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan teorinya. Selain itu, juga harus mengetahui ketentuan-ketentuan BMPK. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari bertambahnya kasus kredit macet di Indonesia yang menimbulkan kerugian dengan jumlah yang besar.
F.     Penyelesaian Kredit Macet
Dalam menyelesaikan kasus kredit macet, kreditur dapat menempuh dua cara yaitu:
·         Penyelamatan kredit, Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor
·         penyelesaian kredit., penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum.
Dalam hal penyelesaian kredit bermasalah melalui cara penyelamatan kredit, bank dapat melakukan pembinaan secara rutin terhadap nasabah/debitur tersebut, dan bank juga dapat menyertakan/menyampaikan surat peringatan dan panggilan kepada nasabah serta melakukan pendekatan pada keluarga dan orang tua nasabah/debitur tersebut. Namun jika usaha ini tidak membuahkan hasil yang positif, tetapi justru bank mendapati masalah yang lebih serius karena debitur sengaja menghilang yaitu dengan pergi keluar kota. Maka untuk mencegah kerugian, pihak bank dapat melakukan cara yang ke dua yaitu penyelesaian kredit melalui lembaga hukum.
Bank dapat melakukan eksekusi terhadap barang yang menjadi agunan melalui Balai Lelang. Dari hasil lelang tersebut digunakan untuk menutupi kredit macet tersebut dan apabila masih ada sisa, maka akan bank harus mengembalikan kepada debitur setelah dikeluarkan untuk seluruh kewajiban hutang dan bunga. Eksekusi dapat melalui pihak Kantor Lelang Negara atau pengadilan Negeri. Dalam melakukan eksekusi terhadap barang agunan milik debitur, pihak bank harus memperhatikan hak-hak dan kedudukan debitur yang terdapat dalam UUHT (Undang-undah Hak Tanggungan).
Jadi untuk menyelesaikan kasus diatas karena debitur menghilang atau melarikan diri pada saat hutangnya belum terlunasi. Pihak Bank dapat melakukan dengan penyelesaian Kredit, yaitu dengan melakukan eksekusi terhadap barang yang menjadi agunan melalui Balai Lelang. Dari hasil lelang tersebut digunakan untuk menutupi kredit macet tersebut dan apabila masih ada sisa, maka akan bank harus mengembalikan kepada debitur setelah dikeluarkan untuk seluruh kewajiban hutang dan bunga. Eksekusi dapat melalui pihak Kantor Lelang Negara atau pengadilan Negeri.



[1] http://abg01.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-kredit-macet-penyebab-dan.html
[2] http://vivialvi.blogspot.co.id/2016/05/kredit-macet.html