HUKUM PERBANKAN INDONESIA
A.
Pengertian Hukum Perbankan
Bank adalah lembaga yang menghimpun
dan menyalurkan dana atau uang ke masyarakat. Sedangkan hukum perbankan adalah
hukum yang membahas tentang prosedur pendirian, pembubaran dan penggabungan
bank.
Menurut M. Djumhana hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan yang
mengatur tentang keuangan bank serta kehidupan yang diatur adalah segala aspek
perbankan. Ruang lingkup: Asas-asas perbankan, Pelaku perbankan, Kaidah-kaidah
atau aturan yang mengatur, Struktur organisasi, Naskah Pengamanan, dan Tujuan
bisnis perbankan.
Menurut Hermansah hukum perbankan adalah keseluruhan norma tertulis dan
tidak tertulis yang mengatur tentang bank. Ruang lingkup: Kelembagaan, Kegiatan
usaha, dan Cara dan proses melaksanakan usahanya.
B.
Sumber Hukum Perbankan
1.
Tidak tertulis
2.
Tertulis
C.
Teori-teori Hukum Perbankan
Menurut
M. Mitnet, ada 4 teori antara lain:
1.
Teori Pelindungan Konsumen
(Consummer Protection Theory)
Suatu
peraturan dibuat dengan tujuan untuk melindungi konsumen dari suatu produk atau
kegiatan konsumen.
2.
Teori Perlindungan Industri
(Industry Protection Theory)
Suatu
peraturan dibuat dengan tujuan untuk melindungi kepentingan produsen dari suatu
produk kegiatan.
3.
Teori Kepentingan Umum (Public
Interest Theory)
Suatu
peraturan perundang-undangan dibuat untuk memperhatikan atau menjaga
keseimbangan dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Ex: pembangunan dan
kesejahteraan.
4.
Teori Birokrasi atau Pemerintah
Suatu
pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang sifatnya berbelit-belit.
Dan bersifat untuk menunjukkan jika negara itu ada, negara itu mengatur, dan
negara itu menguasai.
D.
Asas-asas Hukum Perbankan
1. Asas Kehati-hatian
Semua aturan yang dibuat oleh perbankan harus didasarkan
dengan prinsip kehati-hatian. Ex: uang dianggap sesuatu yang penting untuk atau
bagi masyarakat. Agar perbankan di indonesia tetap sehat dan supaya tidak
merugikan nasabahnya. Yang dimaksud dengan sehat disini adalah bank yang mampu
mencairkan uang.
2. Asas Kepercayaan
Bisa dilihat dari kepercayaan nasabah. Jika bank tersebut
berhati-hati maka akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat atau nasabah.
Perbankan bukan hanya untuk menyimpan uang, tetapi juga untuk menyimpan emas.
3. Asas Mengenal Nasabah
Bukan mengenal secara individu, namun bisa melalui KTP saat
akan membuat rekening.
4. Asas Kerahasiaan
Semua uang atau data yang disimpan semuanya sangat bersifat
sangat rahasia. Untuk menjaga data-data nasabah dengan baik. Biasanyanya lebih
menggunakan identitas nama gadis ibu kandungnya.
5. Asas Pengayoman
Bank Sentral harus mengayomi bank-bank yang ada di
binaannya.
E.
Sistem Perbankan Indonesia
Persamaan
dan perbedaan Bank Umum dan BPR
1.
Persamaan Bank Umum dan BPR antara
lain:
a. Kesamaan
larangan: sama memberlakukan perlarangan dalam melakukan penyertaan modal
b. Kesamaan
tujuan: sama-sama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. Prinsipnya bisa syariah atau konvensional
d. Sama
untuk menghimpun dana dan menyalurkan dana dan menyalurkan dana ke masyarakat
2.
Perbedaan Bank Umum dan BPR antara
lain:
a. Pelaksanaan kegiatan: Bank Umum memberikan jasa lalu lintas
pembayaran, sedangkan BPR tidak.
b. Bentuk simpanan dana: Bank Umum berupa giro, deposito dan
tabungan, sedangkan BPR hanya tabungan.
c. Jangkauan: Bank Umum Internasional dan Nasional, sedangkan
BPR lokal atau daerah
d. Jasa: Bank Umum transfer, kliring dan inkaso (jasa
penagihan) dan valuta asing, sedangkan BPR tidak ada
Berdasarkan kepemilikan
Bank
Umum :
a. BUMN : Saham mayoritas milik negara
minimal 51%, contoh BRI, BNI, Mandiri, BTN
b. Bank Pemerinta Daerah : hanya ada didaerah tertentu, contoh
Bank JATIM, Bank JATENG
c. Bank Swasta : pemilik mandiri atau pribadi, contoh
BCA, Bank Mega
d. Bank Umum Asing : Milik WNA namun beroprasi di
Indonesia, contoh HSBC, MayBank
F.
Bank Sentral (BI)
Undang-undang yang mengatur tentang
BI ada pada Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang BI dan Undang-undang No. 3
Tahun 2004 Tentang Perubahan BI. Persoalan Indenpendendi tentang kemerdekaan BI
yang awalnya dianggap sebagai lembaga pembantu pemerintah seperti menteri. BI
dipandang Indenpenden (tidak boleh ada campur tangan dari pemerintah).
Pemerintah tidak boleh melakukan Indenpendensi kepada BI tentang kebijakan yang
telah dibuat.
Penggunaan Tujuan:
1.
Baru
BI hanya memiliki 1 tujuan yakni Menjaga stabilitas nilai
tukar. Dan memiliki 3 kewenangan antara lain:
a. Menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter (keuangan)
- Mengurangi semua hal tentang uang
- Beberapa uang yang mau dicetak
- Mengatur dan melenyapkan uang
- Mengatur uang yang sudah berlaku dan
tidak berlaku
b. Mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran
Menetapkan alat tukar, pembayaran dan tidak tunai (cek,
dll). Debet mempunyai tabungan atau
giro dan harus mempunyai rekening di bank. Sedangkan Kredit tidak disarankan mempunyai rekening namun memiliki
penghasilan tetap.
c. Mengatur dan mengawasi Bank
- Menetapkan peraturan dibidang
perbankan
- Memberikan dan mencabut izin lembaga
bank yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan
- Melakukan pengawasan bank secara
langsung maupun tidak langsung
- Memberikan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2.
Lama
Ada beberapa tujuan atau prinsip. Berdasarkan UU yang lama
adalah menjadi agen pembangunan, intermediasi (menjadi lembaga penengah antara
yang surplus dan defisit). Ex: simpan pinjam, tabungan, dll. Namun saat ini di
BI tidak melakukan hal itu.
G.
Hubungan BI dengan Pemerintah
Ø Menteri keuangan sebagai bendahara
negara
- Bertindak sebagi pemegang khas
negara.
- Atas nama pemerintah dapat
memberikan pinjaman ke luar negeri
- Mengelola dan menyelesaikan hutang
ke luar negeri
- Menerima pinjaman luar negeri
- BI bisa dimintai pendapat melalui
rapat-rapat tertentu untuk memberikan masukan masalah ekonomi, perbankan dan
keuangan.
- BI dapat memberikan pendapat dan
pertimbangan mengenai SUN (Surat Utang Negara)
- BI dilarang memberikan kredit kepada
pemerintah.
Ø Hubungan Tentang Pembagian dan
Kerugian
- Apabila BI untung maka disetor ke
pemerintah setelah diambil dana cadangan
- Apabila BI rugi sampai 2 triliun
maka pemerintah wajib memberikan suntikan dana
Ø Hubungan BI dengan Internasional
- Penyelesaian transaksi lintas negara
- Intervensi bersama untuk nilai tukar
mata uang asing (valuta asing)berbagi informasi tentang tugas-tugas bank
sentral termasuk pengawasan bank
- Pelatihan dan penelitian dalam
bidangnya.
Ø BI Tergabung dalam beberapa
organisasi Internasional
1. BI mewakili pemerintah antara lain:
- Asin Development Bank (ADB)
- Islamic Development Bank (IDB)
- IMF
- APEC
- Manila Framework Group
- WTO
- ASEAN + 3
2. Mewakili BI sendiri antara lain:
- SEACEN Centre
- SEANZA
- EMEP
- BIS
H.
Peraturan dan Pendirian Bank
Ø Tata cara Pendirian dan Kepemilikan
Bank
Surat kep Direksi Bank Indonesia No 32/33/KEP/DIR tanggal 12
Mei 1999 Tentang Bank Umum. Diganti dengan PBI No 2/27/pbi/2000 lalu
diperbaharui dengan peraturan No 11/1/pbi/2009 Tentang Bank Umum.
Ø - PBI No 11/10/PBI/2009 Tentang Unit
Usaha Syari’ah
- PBI
No 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syari’ah
- PBI
No 8/26/PBI/2006 Tentang BPR
- PBI
No 11/23/PBI/2009 Tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
Ø - Bank Umum : Tidak peduli tentang untuk apa uang yang akan di pinjamkan
- Syari’ah : Harus digunakan untuk sektor riil
atau halal
- BPR : Identik dengan bunga atau
kredit
- BPRS : “Pembiayaan” dengan keuntungan
tertentu
- UUS : Cabang usaha bank Konvensional
namun sistemnya ada yang syariah
Ø Syarat-syarat pendirian:
1. PBI
No 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syari’ah
Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit
kerja dari BUK yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Modal kerja UUS ditetapkan dan dipelihara paling kurang sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).
2. PBI
No 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syari’ah
Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bisa bekerjasama
antara WNI/WNA (99%) dan pemerintah. Modal disetor untuk mendirikan Bank
ditetapkan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
3. PBI
No 8/26/PBI/2006 Tentang BPR
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR hanya dapat
didirikan dan dimiliki oleh: warga negara Indonesia; badan hukum Indonesia yang
seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; Pemerintah Daerah. Modal disetor
untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit sebesar:
a. Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
b.
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah), bagi BPR yang didirikan di ibukota Provinsi di pulau Jawa dan Bali dan
di wilayah Kabupaten atau Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
c. Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah), bagi BPR yang didirikan di ibukota Provinsi di luar pulau Jawa dan
Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut
dalam huruf a dan huruf b;
d.
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah), bagi BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah sebagaimana
disebut dalam huruf a, huruf b dan huruf c.
Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi adalah
simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Perkoperasian. Paling sedikit 50% (lima puluh perseratus)
dari modal disetor BPR wajib digunakan untuk modal kerja.
4. PBI
No 11/23/PBI/2009 Tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Modal
disetor BPRS paling kurang sebesar:
a.
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
b.
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di luar wilayah
tersebut pada huruf a di atas;
c.
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut pada huruf a dan
huruf b diatas.