PENGALAMAN
BAGI ORANG MISKIN
YANG
TERMARJINALKAN OLEH HUKUM
Oleh : Muh.
Istiqlal fahma
Hukum adalah peraturan-peraturan
yang dibuat oleh penguasa yang berlaku untuk kehidupan masyarakat dan
dipaksakan pelaksanaan berlakunya jika ada yang melanggar peraturan tersebut
akan dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang yang ada.
Di Indonesia sendiri merupakan Negara
hukum, di dalam Negara hukum semua orang mempunyai hak dan kewajiban di muka
hukum. Hukum harus ditegakkan diatas segalanya. Jika hukum ditegakkan dengan
benar maka keadilan dapat dirasakan oleh setiap orang. Hukum tidak membedakan
antara si kaya dan si miskin, demikian juga dengan akses untuk mendapatkan
hukum dan keadilan itu sendiri , tidak pernah membedakan strata sosial. Dalam
kenyataanya orang miskin ternyata lebih sulit untuk mendapatkan keadilan hukum
dibandingkan dengan orang kaya dan para pejabat.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakainan tempat
berlindung, pendidikan dan kesehatan. kemiskinan dapat disebabkan kelangkaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Apa kurangnya pengetahuan
terhadap hukum yang menjadikan orang miskin selalu menjadi ketidak adilan dalam
mendapatkan fasilitas hukum yang disediakan oleh Negara. Atau kurangnya kepedulian
pemerintah terhadap rakyat kecil yang menjadikan kebiasaan tersebut terus
terjadi.
Jadi kali ini saya melakukan
penelitian dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang tidak lain adalah
tetangga saya dari Ds. Melis Kec. Gandusari Kab. Trenggalek yang sering di
panggil dengan panggilan Mbok Imi, yaitu wanita yang hidup sebatang kara
semenjak meninggalnya sang suami, Mbok Imi yang sudah tua sekarang bekerja
sebagai dukun pijat, dari hasil memijat tersebutlah yang digunakan untuk makan
sehari-hari. Mbok Imi dalam pernikahannya tidak mempunyai anak, ada adik Mbok
Imi yang tinggal di dekat rumahnya, sebetulnya Mbok Imi di suruh tinggal
bersama adiknya tersebut tetapi Mbok Imi tidak mau ia tetap ingin tinggal di
rumah yang di bangun bersama suaminya
tersebut.
Dalam wawancara yang saya lakukan
terhadap narasumber, saya menanyakan apakah Mbok Imi pernah mendapatkan ketidak
adilan dalam menerima fasilitas hukum. Kemudian narasumber menjawab pertanyaan
yang saya ajukan kepadanya. Narasumber menjelaskan waktu itu saya pernah
kejambretan kalung pada saat saya berjalan kaki, kejadian itu pada saat saya
mau berbelanja sayuran di pagi hari, tiba-tiba dari arah belakang saya ada dua
orang berboncengan yang mengendarai sepeda montor kemudian pengendara sepeda
montor tersebut yang di bonceng atau yang belakang tangannya mengambil atau
mengglandang kalung saya yang melingkar di leher, saya pun terkejut dan kaget
sontak saya berteriak jambret jambret jambret..!!! banyak warga yang langsung
menghampiri saya, tidak disangka distupun ada polisi yang kebetulan lewat ya
mungkin polisi tersebut berhenti karena banyak kerumunan warga, kemudian si
polisi bertanya kepada saya, ada apa Mbah..?? saya menjawab itu pak polisi
kalung saya di jambret, kemudian polisi tersebut bertanya lagi tentang
ciri-ciri penjambret kalung saya tersebut. Terus saya jelaskan lalu Pak Polisi
ngomong kepada saya mau mengurus masalah ini dan Pak Polisi itu mengejar ke
arah dimana jambret tersebut pergi. Dalam kenyataanya Polisi tersebut sampai
sekarang tidak ada kabar apapun yang katanya mau mengurus masalah ini. Apakah
saya miskin ini yang menjadi masalah tidak diproses kasus yang saya alami.
Kemudian narasumber menjelaskan
kembali ketidak adilan dalam mendapatkan fasilitas yang diberi oleh negara yaitu
tentang program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Saya tidak mendapatkan bantuan
tersebut. Bukanya saya mengarapkan bantuan tersebut tetapi dilihat dari
kenyataannya saya seperti ini seharusnya saya mendapatkan bantuan tersebut.
Jadi dari hasil wawancara yang saya
diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pemerintah masih kurang adil dalam
menentukan keadilan hukum, pemerintah masih berpihak kepada orang kaya. Karena
itulah akses memperoleh keadilan bagi rakyat kecil semakin sempit. Akses
memperoleh keadilan menjadi hak setiap warga Negara bukan merupakan suatu yang
mustahil untuk dijalankan. Payung hukum yang ada sudah jelas, tetapi jika dilapangan
ditemui kendala apakah penegak hukum sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan
benar. Dari wawancara diatas penegak hukum masih belum menjalankan tugasnya
dengan baik dan benar. Seharusnya dengan adanya aturan hukum yang sudah jelas,
diharapkan kedepannya kaum miskin tidak ada lagi yang termarjinalkan oleh
hukum. Karena sesungguhnya memperoleh akses keadilan adalah setiap warga
Negara.
Dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT)
pemerintah kurang teliti. Seharusnya pemerintah terjun langsung terjun
kelapangan agar dapat mengetahui secara langsung siapa anggota keluarga yang
layak mendapatkan bantuan tersebut. Jangan hanya dari mulut ke mulut. agar
bantuan tersebut bisa tepat sasaran dan dapat mensejahterakan rakyat yang
kurang mampu.
Demikianlah
sedikit yang saya sampaiakan dari artikel saya tentang pengalaman bagi orang
miskin yang termarjinalkan oleh hukum. Semoga bermanfaat untuk semuanya, Terima
Kasih.
Dibanding tulisan-tulisan sebelumnya, tulisan kali ini lebih bagus. Ide antar paragraf sudah ada hubungan yang cukup sistematis, saya harap kamu lebih banyak berlatih lagi, perkaya data agar klaim bahwa kemiskinan adalah faktor yang membuat termarjinalkanya Mbok Imi dari layanan, misalnya membandingkan dengan perlakuan yang diterima orang lain yang tidak miskin.
BalasHapusIya bu trimkasih saran dan masukannya. Jadi gmna bu ini di revisi.. ??
BalasHapus