Rabu, 23 Desember 2015

pengalaman orang miskin yang termarjinalkan oleh hukum



PENGALAMAN BAGI ORANG MISKIN
YANG TERMARJINALKAN OLEH HUKUM
Oleh : Muh. Istiqlal fahma


Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa yang berlaku untuk kehidupan masyarakat dan dipaksakan pelaksanaan berlakunya jika ada yang melanggar peraturan tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang yang ada.
Di Indonesia sendiri merupakan Negara hukum, di dalam Negara hukum semua orang mempunyai hak dan kewajiban di muka hukum. Hukum harus ditegakkan diatas segalanya. Jika hukum ditegakkan dengan benar maka keadilan dapat dirasakan oleh setiap orang. Hukum tidak membedakan antara si kaya dan si miskin, demikian juga dengan akses untuk mendapatkan hukum dan keadilan itu sendiri , tidak pernah membedakan strata sosial. Dalam kenyataanya orang miskin ternyata lebih sulit untuk mendapatkan keadilan hukum dibandingkan dengan orang kaya dan para pejabat.
 Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakainan tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. kemiskinan dapat disebabkan kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Apa kurangnya pengetahuan terhadap hukum yang menjadikan orang miskin selalu menjadi ketidak adilan dalam mendapatkan fasilitas hukum yang disediakan oleh Negara. Atau kurangnya kepedulian pemerintah terhadap rakyat kecil yang menjadikan kebiasaan tersebut terus terjadi.
Jadi kali ini saya melakukan penelitian dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang tidak lain adalah tetangga saya dari Ds. Melis Kec. Gandusari Kab. Trenggalek yang sering di panggil dengan panggilan Mbok Imi, yaitu wanita yang hidup sebatang kara semenjak meninggalnya sang suami, Mbok Imi yang sudah tua sekarang bekerja sebagai dukun pijat, dari hasil memijat tersebutlah yang digunakan untuk makan sehari-hari. Mbok Imi dalam pernikahannya tidak mempunyai anak, ada adik Mbok Imi yang tinggal di dekat rumahnya, sebetulnya Mbok Imi di suruh tinggal bersama adiknya tersebut tetapi Mbok Imi tidak mau ia tetap ingin tinggal di rumah yang di bangun  bersama suaminya tersebut.
Dalam wawancara yang saya lakukan terhadap narasumber, saya menanyakan apakah Mbok Imi pernah mendapatkan ketidak adilan dalam menerima fasilitas hukum. Kemudian narasumber menjawab pertanyaan yang saya ajukan kepadanya. Narasumber menjelaskan waktu itu saya pernah kejambretan kalung pada saat saya berjalan kaki, kejadian itu pada saat saya mau berbelanja sayuran di pagi hari, tiba-tiba dari arah belakang saya ada dua orang berboncengan yang mengendarai sepeda montor kemudian pengendara sepeda montor tersebut yang di bonceng atau yang belakang tangannya mengambil atau mengglandang kalung saya yang melingkar di leher, saya pun terkejut dan kaget sontak saya berteriak jambret jambret jambret..!!! banyak warga yang langsung menghampiri saya, tidak disangka distupun ada polisi yang kebetulan lewat ya mungkin polisi tersebut berhenti karena banyak kerumunan warga, kemudian si polisi bertanya kepada saya, ada apa Mbah..?? saya menjawab itu pak polisi kalung saya di jambret, kemudian polisi tersebut bertanya lagi tentang ciri-ciri penjambret kalung saya tersebut. Terus saya jelaskan lalu Pak Polisi ngomong kepada saya mau mengurus masalah ini dan Pak Polisi itu mengejar ke arah dimana jambret tersebut pergi. Dalam kenyataanya Polisi tersebut sampai sekarang tidak ada kabar apapun yang katanya mau mengurus masalah ini. Apakah saya miskin ini yang menjadi masalah tidak diproses kasus yang saya alami.
Kemudian narasumber menjelaskan kembali ketidak adilan dalam mendapatkan fasilitas yang diberi oleh negara yaitu tentang program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Saya tidak mendapatkan bantuan tersebut. Bukanya saya mengarapkan bantuan tersebut tetapi dilihat dari kenyataannya saya seperti ini seharusnya saya mendapatkan bantuan tersebut.
Jadi dari hasil wawancara yang saya diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pemerintah masih kurang adil dalam menentukan keadilan hukum, pemerintah masih berpihak kepada orang kaya. Karena itulah akses memperoleh keadilan bagi rakyat kecil semakin sempit. Akses memperoleh keadilan menjadi hak setiap warga Negara bukan merupakan suatu yang mustahil untuk dijalankan. Payung hukum yang ada sudah jelas, tetapi jika dilapangan ditemui kendala apakah penegak hukum sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dari wawancara diatas penegak hukum masih belum menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Seharusnya dengan adanya aturan hukum yang sudah jelas, diharapkan kedepannya kaum miskin tidak ada lagi yang termarjinalkan oleh hukum. Karena sesungguhnya memperoleh akses keadilan adalah setiap warga Negara.
             Dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) pemerintah kurang teliti. Seharusnya pemerintah terjun langsung terjun kelapangan agar dapat mengetahui secara langsung siapa anggota keluarga yang layak mendapatkan bantuan tersebut. Jangan hanya dari mulut ke mulut. agar bantuan tersebut bisa tepat sasaran dan dapat mensejahterakan rakyat yang kurang mampu.
            Demikianlah sedikit yang saya sampaiakan dari artikel saya tentang pengalaman bagi orang miskin yang termarjinalkan oleh hukum. Semoga bermanfaat untuk semuanya, Terima Kasih.

2 komentar:

  1. Dibanding tulisan-tulisan sebelumnya, tulisan kali ini lebih bagus. Ide antar paragraf sudah ada hubungan yang cukup sistematis, saya harap kamu lebih banyak berlatih lagi, perkaya data agar klaim bahwa kemiskinan adalah faktor yang membuat termarjinalkanya Mbok Imi dari layanan, misalnya membandingkan dengan perlakuan yang diterima orang lain yang tidak miskin.

    BalasHapus
  2. Iya bu trimkasih saran dan masukannya. Jadi gmna bu ini di revisi.. ??

    BalasHapus