KASUS SUAP DI
LINGKUNGAN MASYARAKAT
Oleh
Muhammad
Istiqlal Fahma
Dalam masyarakat modern saat ini
banyak terjadi kasus-kasus suap yang seakan-akan sudah menjadi tradisi dalam
kehidupan bermasyarakat. Bahkan kasus suap tersebut sudah merambah ke dunia
politik yang saat ini sudah sering terjadi. Mislanya dalam pemilihan kepala
desa (PILKADES) seseorang yang ingin mencalonkan menjadi kepala desa, menyuap
masyarakat melalui kader-kader atau orang yang dipercayainya untuk memilih
seseorang yang menyuap tersebut. Dan masih banyak kasus suap yang terjadi dan
itu salah satunya, yang sekarang sudah menjadi tradisi di masyarakat.
Dalam pandangan Normatif mengenai
hubungan masyarakat dengan hukum positif, kasus suap tersebut harus diserahkan
kepada pihak yang berwenang. Tidak hanya orang yang memberi suap melainkan juga
orang yang menerima suap. Pernyataan ini dituangkan dalam UU. RI. NO. 11 TAHUN
1980 TENTANG PIDANA SUAP. Yaitu tertulis dalam pasal 2 dan 3.
Pasal 2 yaitu
barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud
untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
dalam tugasnya. Yang berlawanan dengan dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum, dipidana dipidana karena memberi suap dengan
pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah)
Pasal 3 yaitu barang
siapa yang menerima sesuatu atau janji., sedangkan ia mengetahui atau patut
dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana
karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun
penjara atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah).
Dari sudut pandang Emile Durkheim
(1858-1917 M) seorang ilmuan sosiolog dari perancis yang mengemukakan hukum
adalah cerminan solidaritas social atau kepedulian terhadap orang lain. Dia
juga merumuskan ada dua golongan masyarakat dalam menyikapi suatau kejadian.
Yang pertama adalah solidaritas Mekanis yaitu solidaritas yang sangat kuat
dalam masyarakat paguyuban bersifat homogen (satu jenis). Yang dalam masalah
suap ini masyarakat paguyuban ini masih belum tahu hukum yang sebenarnya
terjadi jika suap itu termasuk tindakan pidana da nada hukuman jika ada yang
melanggarnya.
Yang kedua
solidaritas organis adalah solidaritas yang bersifat patembayan (jarang
interaksi). Biasanya terjadi dikalangan masyarakat kota. Dalam masalah suap ini
masyrakat patembayan tidak mau tahu tentang suap. Karena masyarakat patembayan
cenderung bersifat memulihkan keadaan. Jika salah harus di adili secara hukum
yang ada.
Jadi dari
beberapa sudut pandang tersebut dalam menyikapi masalah suap di masyarakat
dapat ditarik kesimpulan, bahwa suap merupakan tindakan pidana yang seharusnya
tidak di lakukan karena dapat menjadikan kebiasaan buruk yang akan menjadi
kebiasaan dalam masyarakat itu sendiri yang akan merusak kepribadian diri dan
bangsa.
Anda belum menyebutkan kasus suap yang kongkrit terjadi di suatu waktu dan tempat tertentu, bagaimana sikap masyarakat terhadap pelaku suap itu, bagaimana karakter masyarakat di situ, dan apakah sesuai dengan teori Emile D yang sudah dibahas. Silakan direvisi maksimal tanggal 20 jam 10 malam
BalasHapus